Langsung ke konten utama

Hakikat Metode Dakwah Maui’zah Alhasanah



Hakikat Metode Dakwah Maui’zah Alhasanah, Meliputi : Pengertian, Tujuan, Ruang Lingkup, dan Aplikasinya Kepada Ummat

1.      Pengertian Metode Dakwah Mau’izhah Alhasanah
            Kata Metode berasal dari bahasa Yunani yaitu methodos yang berarti cara atau jalan. Dalam bahasa Arab disebut dengan thariq,manhaj. Sedangakan dalam bahasa Indonesia kata “metode” mengadung pengertian cara yang teratur dan berpikir baik-baik untuk mencapai maksud dalam ilmu pengetahuan cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditentukan.[1]
            Secara bahasa Mau’izhah Al-Hasanah terdiri dari dua kata bahasa Arab yakni Mau’izhah dan Hasanah. Kata Mau’izhah berasal dari kata wa’adza, Ya’idzu-wa’dzan-‘idzatan. Mau’izhah berarti nasihat, bimbingan, pendidikan dan peringatan. Sedangkan Hasanah berarti baik, kebaikan. Maka secara terminologi mau’idzah hasanah ialah nasihat atau peringatan yang membawa kebaikan.[2]
            Mau’izhah Al-hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran, kisa-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif yang bias dijadikan pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat.
            Mau’izhah hasanah memiliki pengaruh dalam hati yang tenang, yang mengetahui kebenaran, dan tunduk patuh untuk mengamalkannya. Kita bisa menyatakan bahwa mau’izhah diberikan kepada orang yang mengetahui kebenaran, akan tetapi karena satu dan lain hal, maka ia tidak bisa mengamalkannya, misalnya kerena lalai.[3]

2.      Tujuan Metode Dakwah Mau’izhah Alhasanah
            Tujuan Metode ini yaitu dikatakan dengan ungkapan yang sarat dengan nilai-nilai edukatif yang menggugah hati dan membangkitan agar kesadaran akan Tuhan (merasa bertuhan).  Oleh karena itu sifat dari metode ini lebih persuasive, dinamis yang jauh dari sikap egois, agitasi emosional dan apologi. Mauizhah al-hasanah metode yang bervariatif praktis dan dinamis yang sangat cocok dengan tututan dan perkembangan zaman.
            Mauizhah al-hasanah diartikan juga dengan bahasa-bahasa tabligh yang menenakan pendengaran, diterima oleh hati dan menyentuh sanubari dan membangkitkan kesadaran dan disampaikan sesuai dengan bahasa qaum dengan lemah lembut dan penuh kesungguhan.
           

3.      Ruang Lingkup Metode Dakwah Mau’izhah Alhasanah
            Mau’izhah Al-hasanah dapat diklasifikasinyan dalam beberapa bentuk :
1.      Nasehat
            Nasehat adalah memerintah atau melarang atau menganjurkan yang dibarengi dengan motivasi dan ancaman. Dalam kamus bahasa indonesia balai pustaka nasehat adalah memberikan petunjuk kepada jalan yang benar.
            Kriteria seorang penasehat, Ibnu Taimiyah menyebutkan beberapa sifat yaitu Seorang da’i haruslah memiliki ilmu tentang hal yang ma’ruf dan yang mungkar dan dapat membedakan antara keduanya. Pentingnya seorang da;i berbekal ilmu yang benar berdasarkan nash Alquran  memiliki kualitas akademik tentang islam.santun dan lapang dada.
            Metode dalam memberikan nasehat, jika seorang da’i menginginkan setiap nasehatnya dapat berkesan dan meresap ke dalam hati pendengarnya.
            Contoh nasehat nabi Muhammad SAW. Berkaitan dengan Pergaulan. Rasulullah bersabda : “Hendaklah kalian berlaku lemah lembut, karena kelembutan itu adalah baik keseluruhannya. Tiada kelembutan itu berada dalam sesuatu, kecuali menambah keelokan dan keindahan padanya, dan tiada dicabut kelembutan kecuali menjadikan sesuatu itu lebih jelek dan semakin buruk.[4]

2.      Pengajaran, Bimbingan dan konseling
a.       Pengajaran (ta’lim)
            Ta’alim dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai pendidikan atau pengajaran. Istilah yang berpadanan dengan ini dikenal dengan tarbiah. Dalam bahasa Indonesia, kedua istilah tersebut bias diartikan secara berpadanan, yaitu bermakna “pendidikan dan pengajaran”. Dalam proses empiriknya, kedua kegiatan itu tampaknya lebih mendahulukan proses pengajaran (Ta’lim) disini adalah mengajar atau memberi pelajaran berdasarkan pengetahuan dan pendidikan. Adapun pendidikan adalah mendidik manusia agar dengan pengetahuan dan penyelidikan itu, ia benar-benar menjadi sadar akan hakikat keberadaan dirinya sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang pada akhirnya mampu memahami akidah dan syari’ah sebagai jalan kehidupannya.
            Dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat yang semakna dengan pendidikan itu sendiri. Kata-kata yang sering ditemukan yang di artikan sebagai proses pendidikan atau pengajaran diantaranya kata-kata ‘allama-yuallimu, ya’lamu, ilman dan ta’lim. Hal ini ditegaskan oleh allah misalnya dalam surat Al-Baqarah 151, al-Rahman ayat 1-4, Ali Imran 48, an-Nisa’ ayat 133 dan sebagainya.
              Dengan demikian dapat dipahami bahwa tarbiah dan ta’lim salah satu metode atau strategi dakwah yakni turunan mauizah al hasanah dalam upaya mendidik dan menambah wawasan (transfer of knowlage) dan internalisasi nilai menuju insan yang bertakwa dapat pula dikatakan sebagai insan ahsan taqwim. Oleh karena itu Syaikh Ali Mahfuzh mengatakan sebaik-baik dakwah adalah tarbiyah. Sekaligus menjawab keragu-raguan tentang poso tarbiyah dan dakwah. Dapat ditegaskan bahwa tarbiyah dan taklim turunan dari metode dakwah serta induk dari tarbiyah adalah dakwah.


b.      Bimbingan dan Konseling
            Dalam Al-Qur’an tidak ditemukan kata-kata konseling. Namun kata yang semakna disebutkan oleh mussafir ketika menjelaskan makna mauizhah al-hasanah dalam surat an-Nahl ayat 125 dengan ungkapan al-taujih wa al irsyad. Dalam Al-Qur’an lebih kurang Sembilan belas kali ayat yang menyebutkan istilah irsyad dalam beragam susunan kata dalam berbagai surat. Istilah bimbingan sebagaimana yang dikemukakan oleh thohari Musnamar dalam komaruddin, mengartikan sebagai “proses pemberiaan bantuan terhadap individu agar mampu hidup selaras dengan ketentuan Allah sehingga dapat mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sedangkan konseling diartikan sebagai “Proses pemberian bantuan terhadap individu agar dirinya menyadari kembali kepada eksistensinya sebagai makhluk Allah yang seharusnya hidup salaras dengan ketentuan dan petunjuk llah, sehingga ia dapat mencapai kebahagian hidup didunia dan akhirat.
            Dengan demikian konseling lebih memfokuskan kajian pada penyelesaian kasus dan pemecahannya agar setiap pribadi atau individu bias menyelesaikan masalahnya melalui suatu proses atau tahapan-tahapan dan mengikuti aturan dan prinsip-prinsip tertentu.

3.      Kisah-kisah
            Kisah secara etimologi merupakan bentuk jama’ dari kata Qishah. Lafazh ini merupakan bentuk mashdar dari kata qassa-yaqussu. Lafazh Qashas memiliki beragam makna seperti menceritakan, menelusuri atau mengikuti jejak.
            Secara terminologis kisah dalam al-Qur’an berarti berita-berita al-Qur’an tentang umat terdahulu. Juga diartikan sebagai kisah-kisah yang menceritakan ihwal umat-umat terdahulu dan nabi-nabi mereka serta peristiwa-peristiwa yang terjadi di masa lampau, masa kini dan masa akan datang.
            Dengan demikian kisah adalah salah satu teknik menyampai dan menyajikan materi tabligh atau ajaran dakwa melalui proses bertutur kata atau bercerita tentang masa lalu, sekarang dan yang akan datang yang sarat dengan nilai-nilai edukasi atau mengandung ibrah yang bias dijadikan sebagai pedoman dalam menjalani kehidupan.
            Kisah dalam al-Qur’an ditemukan sebanyak 20x seperti ditemukan dalam surat Ali Imran ayat 62, an-Nisa’ ayat 164, al-A’raf ayat 176, Yusuf ayat 3 dan 5, 111, an-Nahl ayat 118, al-Kahfi ayat 64, al-Qashas ayat 25, ghafir ayat 78.

4.      Kabar Gembira dan peringatan (al-basyir dan al-tandzir)      
            Di dalam Alquran istilah tandzir biasanya dilawankan dengan kata tabsyir (Qs. Al-Baqarah : 199, almaidah:19).

إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ بِالْحَقِّ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلاَ تُسْأَلُ عَنْ أَصْحَابِ الْجَحِيمِ
Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan kebenaran; sebagai pembawa berita gembira dan pemberi peringatan, dan kamu tidak akan diminta (pertanggungan jawab) tentang penghuni-penghuni neraka

a.       Tabsyir
            Tabsyir secara bahasa dari kata basyara mempunyai arti memperhatikan, merasa senang. Menurut quraish shihab basyara berarti menampakkan sesuatu denganbaik dan indah.
            Tabsyir dalam istilah dakwah adalah penyampaian dakwah yang berisi kabar-kabar yang menggembirakan bagi orang-orang yang mengikuti dakwah.
            Menurut penulis dalam konteks dakwah adalah informasi, berita yang baik dan indah sehingga bisa membuat orang gembira ntuk menguatkan keinginan sekaligus sebagai sebuah harapan dan menjadi motivasi dalam beribah dan beramal shalih.
            Tujuan tabsyir yaitu:
1)      Menguatkan atau memperkokoh keimanan
2)      Memberikan harapan
3)      Menumbuhkan semangat untuk beramal
4)      Menghilangkan sifat keraguan-keraguan
            Tujuan diatas diharapakan menjadi sebuah motivasi dalam melaksanakan ajaran-ajaran agama. Adapun motivasi tersebut oleh Said bin Ali Al-Qahthani dibagi menjadi 2 yaitu: pertama, pemberian motivasi dengan janji, kedua, pemberian motivasi dengan menyebutkan macam-macam ketaatan.[5]
.
b.      Tandzir
            Kata Tandzir atau Indzar secara bahasa berasal dari kata Na-ndza-ra, menurut Ahmad bin Faris adalah suatu kata yang menunjukan untuk penakutan (takwif). Adapun Tandzir menurut istilah dakwah adalah penyampaian dakwah dimana isinya berupa peringatan terhadap manusia tentang adanya kehidupan ahkirat dan konsekuensinya.
            Menurut pemakalah Tandzir adalah ungkapan yang mengandung unsur peringatan kepada orang-orang yang tidak beriman atau kepada orang yang melakukan perbuatan dosa ataua hanya untuk tindakakan preventif agar tidak terjerumus pada perbuatan dosa dengan untuk ancamana beruapa siksaan dihari kiamat.
            Hasymi dalam buku Dustur Dakwah menurut Alquran, mengutip pendapatnya Muhammad Al-Ghazali bahwa rumusan bentuk-bentuk Tandzir sebagai berikit:
1)      Penyebutan nama Allah SWT
2)      Menunjukkan keburukkan
3)      Pengungkakapan bahayanya
4)      Penegasan adanya bencana segera
5)      Penyebutan peristiwa ahkirat.[6]

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (٤٥) وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا (٤٦) وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ بِأَنَّ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ فَضْلا كَبِيرًا
45. Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami mengutusmu untuk menjadi saksi, pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan.
46. Dan untuk menjadi penyeru kepada (agama) Allah dengan izin-Nya[7] dan sebagai cahaya yang menerangi.
47.Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang mukmin bahwa sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.

                                    Surah al ahzab 45-47 surah al ahzab diatas bahwa nabi muhammad adalah sebagai pelajsana dakwah islamiyah pertama disebut dengan gelar mubasyir (pembawa berita pahala) dan nadzir (pembawa berita siksa). Ia adalah penyeru kejalan Allah (islam) sehingga ditegaskan oleh Allah dengan siraj almunir yaitu menerangkan, menyuluhi penerangan, membuka keraguan, dan memberi cahaya untuk jalan kehidupan manusia.[7]

5.      Wasiat (pesan-pesan positif)
            Wasiat secara etimologi berasal dari bahasa Arab Washa-Washiya-Washiatan, yang berarti pesan penting berhubungan dengan suatu hal. Pendapat lain mengatakan kata wasiat berasal dari kata washa-washiyatan yang berarti berpesan kepada seseorang yang bermuatan pesan moral.
            Pengertian wasiat dalam kontek dakwah adalah ucapan berupa arahan (Taujhih) kepada mad’u tentang sesuatu yang bermanfaat dan bermuatan kebaikan. Dan persoalan-persoalan yang disampaikan dalam wasiat berkaitan dengan sesuatu yang belum dan akan terjadiSeorang da’i harus sensitif dan cerdas dalam menangkap sinyal dan gejala terhadap kondisi mad’u. Wasiat yang merupakan pesan penting seorang da’i kepada mad’u, maka perlu dicari saat yang tepat dalam memberikan wasiat. Ketepatan yang dimaksud ini adalah ketepatan waktu dan terkait dengan model dan media dakwah yang dipakai oleh da’i. Namun prinsip umum dalam memberikan wasiat kepda mad’u, bila seruan dakwah telah diterima, bila dakwah belum diterima maka wasiat tidak tepat diberikan.
            Dalam dakwah fardiah wasiat atau taushih diberikan da’i pada tahap pembentukan dan pembinaan setelah dakwah diterima dan dipahami mad’u. Dan tausiah tidak tepat diberikan pada tahap pengenalan.[8]
            Materi Wasiat, Ketetapan memberikan materi wasiat juga tidak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Materi wasiat yang diberikan kepada mad’u adalah materi wasiat berdasarkan Alquran dan Hadits. Diantara materi wasiat itu adalah :
1)      Larangan menyekutukan Allah
2)      Berbuat baik kepada orangtua
3)      Larangan menghilangkan nyawa orang lain
4)      Larangan berbuat keji, baik terang-terangan maupun bersembunyi.
5)      Larangan mengunakan harta anak yatim dengan jalan yang tidak benar.
6)      Perintah menepati janji janji
7)      Perintah berkata dengan baik
8)      Perintah bersabar
9)      Perintah menegakkan kebenaran
10)  Perintah saling menyayangi.[9]

        Sekali lagi bahwa wasiat diberikan apabila da’i telah mampu membawa mad’u dalam memahami seruannya atau disaat mememberi kata akhir dalam dakwahnya (Tabliq). Wasiat adalah salah satu model pesan dalam perspekstif komunikasi, maka seorang da’i harus mampu memenej kesan (management Impression) mad’u pasca penerimaan dakwahannya. Sehinnga wasiat yang diberikan mamou mempunyai efek positif bagi mad’u. Teori efek wasiat ini dibangun berdasarkan kandungan filosofis nilai-nilai pesan wasiat dalam Alquran dan Al-Hadits yang telah diuraikan pada lembaran terdahulu. Efek wasiat terhadap Mad’u antara lain:
a.    Dapat mengarahkan mad’u dalam merealisasikan keterkaiatan yang erat antara materi dakwah yang telah disampaikan dengan pengalaman menuju ketakwaan.
b.    Memberdayakan daya nalar intelektual mad’u untuk memehami ajaran-ajaran Islam.
c.    Membangun daya ingat (remember) mad’u secara kontinu, karena ada persoalan agama yang sulit dianalisa.
d.   Mengembalikan (irja’) umat atau mad’u kepada eksistensi ajaran Islam untuk selalu menjaga amalan Islami.
e.    Membangun nilai-nilai kesabaran, kasih sayang dan kebenaran bagi kehidupan mad’u atau umat.[10] 


4.      Aplikasi Metode Mau’izhah Alhasanah Kepada Ummat
            Prinsip penerapan metode dakwah dengan Mauizhah al-Hasanah teraplikasi dalam bentuk  ahsan qaul dan ahsan amal. Ahsan Qaul diartikan sebagai bentuk komunikasi verbal dengan mengunakan kata-kata atau pembicaraan yang bernilai edukasi dan bersifat penyadaran dan memberikan pelajaran yang membekas dijiwa orang yang mendengar dan menerima isi pembicaraan tersebut. Sedangkan ahsan amal diartikan sebagai tindakan nyata yang dikenal dengan dakwah bilhal.

Di dalam surat al-Fushilat Allah Swt menjelaskan:

Artinya: Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?”(Qs. 41:33)

            Perkataan (Qaulan) sebagai symbol komunikasi penyejuk hati dan penumbuhan kesadaran jiwa dalam al-Qur`an ditemukan sebanyak 11 variasi dalam berbagai ayat antara lain:

     Qulan ma`rufan terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 235, An-Nisa` ayat 5 dan 8 serta surat al-Ahzab ayat 32.
    Qaulan Sadidan, terdapat dalam surat An-Nisa` ayat 9 dan Al-Ahzab ayat 70.
    Qaulan Balighan, terdapat dalam surat An-Nisa` ayat 63
    Qaulan Kariman, terdapat dalam surat al-Isra` ayat 23
    Qaulan Maysuran, terdapat dalam surat al- Isra` ayat 28
    Qaulan Azhiman, terdapat dalam surat al-Isra` ayat 40
    Qaulan Layyinan, terdapat dalam surat Thaha ayat 44
    Qaulan min abbin rahim terdapat dalam surat Yasin ayat 58
    Qaulan Tsaqilan, terdapat dalam surat al-Munzammil ayat 5
    Qaulan Ahsan( Ahsan Qaula), terdapat dalam surat Luqman ayat 33
    Qaulan Salaman, terdapat dalam surat al-Furqan ayat 63.[11]


[1] M. Arifin, Ilmu Pendidkan Islam, Jakarta: Bumi Aksara,1991, h 61.
[2] M. Munir, Metode Dakwah, Jakarta : Kencana, 2009, h 15.
[3] Fawwaz, bin Hulayyil As-suhaimi, Begini Seharusnya Berdakwah, Jakarta : Darul Haq, 2013, h 152.
[4] M. Munir, Op.Cit, 251
[5] M. Munir, Op.Cit, 256
[6] Ibid,263
[7]  Salmandis, Prinsip Dasar Metode Dakwah, Jakarta : The Minangkabau Foundation, 2000, h 68.
[8] Wahidin Saputra, Pengantar Ilmu Dakwah, Jakarta : Rajawali Pers, 2012, h 251
[9] M. Munir, Loc.Cit, 273
[10] Ibid, 290
[11] Asep Muhidin,Dakwah dalam Persfektif al-Qur`an,( Bandung: Pustaka Setia,2002),h 158.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sosiologi Antropologi Dakwah

MAKALAH SOSIOLOGI ANTROPOLOGI DAKWAH Tentang Pengertian Sosiologi, Antropologi, Sosiologi Dakwah dan Antropologi Dakwah Oleh Kelompok I Lismayarti                     : 1512010051 Cut Nauval Dafistri   : 1512010055 Putri Diana                  : 1512010059 Dosen pembimbing Dr. Bukhari , M.Ag Mistarija , MA FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG 1438 M / 2017 H PENGERTIAN SOSIOLOGI, ANTROPOLOGI, SOSIOLOGI DAKWAH DAN ANTROPOLOGI DAKWAH A.     PENDAHULUAN Sosiologi dan Antropologi merupakan cabang ilmu sosial. Ilmu sosial adalah keseluruhan disiplin yang berhubungan dengan manusia dalam arti bukan sebagai bagian dari alam belaka, tetapi adanya membentuk kehidupan bermasyarak...

Perspektif Ilmu Komunikasi

MAKALAH FILSAFAT KOMUNIKASI Tentang Perspektif Ilmu Komunikasi (Perspektif Interaksional dan Perspektif Pragmatis )                 Ahmad Rafid               : 1512010060 Cut Nauval Dafistri     : 1512010055 Dara Tristia                 : 1512010046 Gesna Murni                : 1512010042 Rony Amriza l              : 1512010054 Roby Hardinata          : 1512010044 Dosen Pembimbing Dr. Neni Efrita M.Si JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI IMAM BONJOL PADANG 2016 M/ 1438 H KATA PENGANTAR ...

Karakteristik Manusia Komunikan

MAKALAH PSIKOLOGI KOMUNIKASI Tentang Karakteristik Manusia Komunikan (Faktor-faktor Personal yang Mempengaruhi Perilaku Manusia) Kelompok I Sepjeki Iswandi                         : 1512010050 Cut Nauval Dafistri                  : 1512010055 Utia Safitri                                 : 1512010076 Silvina ZE                                  : 1512010072 Efwindah Khanas               ...